KoranTerkini.com – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Kerakyatan merencanakan aksi demonstrasi pada hari ini, Rabu (16/10), sebagai bentuk kritik atas kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Aksi ini menjadi menarik bukan hanya karena pesan protes yang dibawa, tetapi juga karena waktu dan momentum politik yang semakin dekat dengan akhir masa jabatan Jokowi. Dengan tajuk “Menghitung Hari Menuju Pengadilan Jokowi,” aksi ini menyoroti berbagai persoalan yang dianggap sebagai ‘dosa’ pemerintahan Jokowi selama 10 tahun terakhir.
Yang menarik dari sudut pandang ini adalah fokus BEM SI yang tidak hanya mengkritik kebijakan Jokowi secara langsung, namun juga mencoba membangun narasi besar mengenai apa yang mereka sebut sebagai “kesengsaraan rakyat.” Mulai dari omnibus law yang kontroversial, isu deforestasi, hingga peran aparat dalam represifitas, semua elemen ini dikemas dalam narasi yang diharapkan dapat menggugah simpati lebih luas. Ini tidak hanya menjadi protes biasa, tetapi juga simbol perjuangan mahasiswa dalam menjaga idealisme dan demokrasi di Indonesia.
Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal, menggambarkan aksi ini sebagai “simbolik namun esensial,” di mana mereka akan menyoroti apa yang mereka anggap sebagai kebijakan otoritarianisme terselubung, atau yang disebut sebagai autocratic legalism. Di sini, mahasiswa tidak hanya menantang kepemimpinan Jokowi secara moral, tetapi juga mempertanyakan landasan hukum dan keabsahan beberapa kebijakan.
Selain itu, apa yang membuat aksi ini lebih menarik adalah implikasinya secara nasional. Dengan menyebutkan bahwa aksi ini adalah “sinyal pantikan” bagi wilayah lain untuk bergabung, Naufal tampak berusaha membangun jaringan solidaritas di berbagai daerah. Aksi ini mungkin akan memicu gelombang protes menjelang transisi kekuasaan ke Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming pada 20 Oktober mendatang, menciptakan dinamika yang bisa berpengaruh pada politik nasional dalam beberapa hari terakhir masa jabatan Jokowi.
Secara keseluruhan, aksi BEM SI ini bukan hanya bentuk protes, melainkan peringatan keras kepada pemerintah bahwa suara mahasiswa dan rakyat masih memiliki kekuatan untuk mempengaruhi opini publik dan dinamika politik di Indonesia.