KoranTerkini.com – Hakim Eko Aryanto kembali dimutasi, hanya dalam waktu kurang dari satu bulan. Mutasi ini memantik kritik tajam, terutama karena Eko sebelumnya menjadi sorotan usai menjatuhkan vonis ringan dalam kasus megakorupsi timah yang melibatkan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Putusan mutasi terbaru diambil dalam rapat pimpinan Mahkamah Agung (MA) pada 9 Mei 2025, yang merotasi 41 hakim tinggi, termasuk Eko Aryanto yang kini dipindah ke Pengadilan Tinggi Papua Barat. “Iya benar (mutasi 41 hakim),” ujar Juru Bicara MA, Yanto, membenarkan keputusan tersebut.

Nama Eko sebelumnya mencuat setelah menjatuhkan hukuman hanya 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis, yang dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi dan pencucian uang senilai Rp 300 triliun. Vonis tersebut jauh di bawah tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara.

Hakim Eko menyebut sikap sopan dan status Harvey sebagai kepala keluarga sebagai alasan pemberian keringanan hukuman. Bahkan, ia menerima dalih Harvey yang mengaku hanya membantu temannya dan bukan pengambil keputusan utama di PT RBT, perusahaan yang bekerja sama dengan PT Timah.

Namun, vonis tersebut tak diterima Jaksa Penuntut Umum. Kasus dibawa ke tingkat banding, dan Pengadilan Tinggi Jakarta pada 13 Februari 2025 memperberat hukuman Harvey menjadi 20 tahun penjara.

Menariknya, pada 22 April 2025 Eko dimutasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Belum sebulan berselang, ia kembali dipindahkan ke Papua Barat—kali ini dengan jabatan yang lebih tinggi sebagai hakim tinggi.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengecam mutasi tersebut yang dianggap sebagai “promosi terselubung”. “Harusnya diproses etik, bukan malah dipromosikan jadi hakim tinggi. Ini menyesakkan,” kata Boyamin.

Mutasi demi mutasi terhadap Eko Aryanto kini menjadi sorotan publik—bukan hanya karena kejanggalannya, tetapi juga karena memunculkan kembali pertanyaan soal integritas peradilan di Indonesia.

 

 

Related Posts